Liputan6.com, Jakarta – Kasus demam berdarah dari tahun ke tahun masih terus bermunculan. Namun, pada tahun ini, Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) membawa kabar yang berbeda.
Pihak WHO memberikan peringatan untuk masyarakat bahwa kasus demam berdarah dapat mencapai rekor tertinggi pada tahun ini. Penyebab di balik kenaikan kasus demam berdarah pun mungkin tak terpikirkan oleh Anda.
Ya, penyebabnya adalah perubahan iklim melalui terjadinya pemanasan global. Ditambah, tahun ini dunia akan menghadapi angin muson yang menyebabkan terjadinya musim hujan dan kemarau di daerah tropis.
Menurut WHO, climate change seperti pemanasan global membuat nyamuk, termasuk Aedes aegypti yang merupakan biang kerok demam berdarah menjadi semakin mudah penyebarannya di berbagai tempat.
Perubahan Iklim dan Demam Berdarah
Anda mungkin salah satu yang bingung antara kaitan perubahan iklim dengan demam berdarah. Kaitannya berada pada suhu yang lebih hangat.
Iklim yang lebih hangat dianggap dapat membantu nyamuk berkembang biak dengan lebih cepat dan memungkinkan virus berkembang biak di dalam tubuh para nyamuk.
Spesialis di departemen pengendalian penyakit tropis WHO, Dr Raman Velayudhan mengungkapkan bahwa belum lagi ada pergerakan manusia dan barang yang berlangsung semakin sering.
“Pergerakan barang dan manusia, serta urbanisasi dan masalah yang terkait dengan sanitasi sebagai faktor lain yang menyebabkan peningkatan kasus demam berdarah,” ujar Velayudhan seperti dikutip melalui Asia One, Rabu (26/7/2023).
Dalam hal gelombang panas, yang berisiko memengaruhi belahan bumi utara dan penyebaran penyakit, Velayudhan merasa masih terlalu dini untuk mengatakannya.
Sejumlah peneliti di Indonesia melakukan eksperimen terkait pencegahan penyakit demam berdarah. Hasilnya sangat menjanjikan. Proses menginfeksi nyamuk dengan bakteri yang tidak berbahaya menyebabkan penurunan 77 persen dalam kasus pada manusia.