Rasa bosan yang menghampiri dikalahkan oleh gadis yang memiliki kemampuan public speaking ini dengan mengingat juniornya. Saat Priyanka duduk di kelas 3 SMP, dia adalah satu-satunya senior yang memiliki sabuk merah.
“Saya yang paling senior, kalau masih malas, kasihan adik-adik saya. Bagaimana saya bisa jadi panutan buat mereka,” ujarnya.
Apalagi, Priyanka pernah berada di fase di mana orang tuanya tidak punya uang sepeser pun untuk membayar kenaikan ikat pinggang. Namun, pelatih dan junior langsung mengangkat kepala dan meyakinkan Priyanka untuk tidak khawatir tentang hal itu.
“Bagus pelatih saya bilang ‘Itu dia… Anda tidak perlu memikirkannya sama sekali. Anda adalah senior dan senior pertama yang mencapai sabuk merah’. Dari situ saya sadar, orang-orang menaruh harapan besar kepada saya,” ujarnya.
Priyanka Diremehkan Saat Punya Sabuk Hitam
Kemudian, Priyanka mengenang saat-saat terberat yang pernah dialaminya sebagai atlet taekwondo.
“Oia, saya ingat, waktu saya mulai sabuk hitam di kelas 2 SMA pada usia 17 tahun. Sabuk hitam bukanlah sesuatu yang sepele. Saya juga pernah melatih. Tapi orang-orang yang melihat saya berkata, ‘Kok sabuk hitamnya belum kemana-mana’. Di situ saya merasa, kenapa orang hanya melihat sampulnya saja, tanpa melihat perjalanan saya,” ujarnya.
Menurut Priyanka, kondisi seperti itulah yang membuat rekan-rekannya terpuruk dan memilih meninggalkan olahraga yang digelutinya sejak SD.
“Tidak sedikit teman-teman yang sama-sama taekwondo dan sabuk putih bersama saya, pada akhirnya putus untuk main basket, cheerleader, atau sepak bola.
Priyanka Tiba di Kejuaraan Taekwondo Internasional
Priyanka merasakan manfaat taekwondo untuk melatih mental dan mental saat mengikuti kejuaraan taekwondo ‘Copa Duque’s Poomsae Traditional Taekwondo’ di Peru pada tahun 2021. Saat itu, Priyanka dihadapkan pada situasi, dimana entah kenapa gerakannya tiba-tiba berubah.
Dalam situasi seperti itu, Priyanka harus cepat memutar otak untuk menghafal jurus-jurus bertanding. “Singkat cerita, saya mendapatkan juara 2,” ujarnya.
Kejuaraan di Skotlandia, Harus Menang atau Drop Out
Sukses di Peru, Priyanka kembali mencoba peruntungannya di laga yang digelar di Skotlandia namun diikuti secara online.
“Ini diadakan secara online. Dari mana saja bisa ikut, bagaimana caranya kirim video. Ambil lalu upload,” ujarnya.
Memasuki UNDIP melalui jalur prestasi mengharuskan setiap mahasiswa mampu menyumbang minimal satu atau dua gelar juara 1, 2, atau 3 di setiap kompetisi yang diikutinya. Jika tidak, putus sekolah pun menghantui.
“Japres di UNDIP ada keterikatan dimana dalam setahun harus ada medali yang disumbangkan, juara 1 sampai 3. Ini seperti pegangan atau seperti tiket. Kalau tidak bisa drop out,” ujar Priyanka.
“Ada kemungkinan drop out. Saya rasa di sana seru. Saya japres taekwondo, kalau saya tidak berkontribusi apa-apa, maka ada potensi drop out,” lanjut Priyanka.
Oleh karena itu, ketika pelatih di kampusnya memberi tahu bahwa ada kompetisi taekwondo di Skotlandia, Priyanka tanpa pikir panjang langsung mengurus semua persyaratan untuk kompetisi tersebut.
“Semua urus sendiri, transfer uang sendiri, daftar sendiri. Alhamdulillah juara 2 Skotlandia,” pungkasnya.