Abu Mousa menceritakan lebih detail ketika dirinya mengetahui bahwa rumahnya telah dibom oleh serangan udara Israel dan putranya, Youssef terbunuh. Pada waktu itu, Mousa sedang berada di rumah sakit tatkala mendengar suara gemuruh dari serangan udara.
“Saya menelepon istri saya. Dia tidak menjawab, tetapi teleponnya berdering seperti biasa, jadi saya sedikit lega dan terus bekerja,” tutur Abu Mousa. “Saya mencoba meneleponnya lagi beberapa saat setelahnya, dan ketika dia mengangkat telepon, terdengar teriakan. Hati saya terasa hancur.”
Mousa tidak bisa meninggalkan pekerjaannya untuk mencari tahu apa yang terjadi karena hiruk-pikuk baru terjadi saat mayat-mayat dan korban luka-luka akibat serangan udara dilarikan ke rumah sakit oleh para petugas medis dan sukarelawan.
“Saya mendengar seseorang berkata, ‘Mereka telah membom rumah Abu Mousa’. Dan saya berlari ke bagian rawat jalan untuk menemukan istri dan anak-anak saya yang masih hidup, terluka. Mereka tidak tahu di mana Youssef berada,” katanya.
Anggota Keluarga Menjadi Korban
Dalam sebuah video tentang apa yang terjadi selanjutnya, Abu Mousa bergegas dari satu ruangan rumah sakit ke ruangan berikutnya, dengan putus asa bertanya kepada semua orang tentang putranya dan menerima jawaban yang hening sampai seseorang mengatakan kepadanya bahwa Youssef ada di kamar mayat.
Video tersebut telah menjadi simbol dari kenyataan mengerikan yang dihadapi para petugas kesehatan di Gaza, yang merawat para korban tanpa henti dan tidak pernah tahu kapan anggota keluarga mereka akan menjadi korban.
Keluarga Abu Moussa, termasuk putrinya yang berusia 13 tahun, Joury mengalami luka serius di bagian tubuhnya. Ia kini berada di antara ribuan pengungsi yang berlindung di Nasser Hospital.