Namun, di Negeri Tirai Bambu, hal seperti ini sudah bisa diketahui dengan alat.
“Di China udah punya alatnya, setiap partikel PM2.5 ini kita perlu ukur dari tiga aspek. Bentuknya, beratnya, sama jenis kimianya. Nah beratnya diukurnya pakai GC-MS, bentuknya diukur pakai X-ray, dan kimianya pakai infrared.”
“Jadi kalau kita punya tiga alat ini, GC-MS, X-ray, dan Infrared, kita bisa tahu beratnya, bentuknya, sama senyawa kimianya. Kalau kita tahu tiga hal ini maka kita bisa tahu asal PM2.5-nya dari mana.”
Budi memberi contoh, jika di Bekasi ditemukan banyak PM2.5 maka bisa diteliti berat, bentuk, dan senyawa kimianya. Misal, jika ternyata PM2.5 berasal dari pembakaran sampah di tempat pembuangan akhir (TPA) Bantar Gebang, maka yang perlu dibereskan adalah TPA-nya.
“Makanya di China tuh mereka bisa lebih tepat program intervensinya karena mereka tahu sumber polutannya,” Budi menjelaskan.