UNEP memperkenalkan pendekatan baru yang disebut “Fire Ready Formula”, yaitu agar 66% sumber daya digunakan untuk perencanaan, pencegahan, dan kesiapan (artinya secara maksimal kita lakukan program pada daerah berpotensi kebakaran hutan tapi belum terjadi luas).
Sedangkan 34% lainnya adalah untuk kegiatan respons langsung kalau kebakaran sudah terjadi. Jadi, perlu konsentrasi pada pencegahan dan persiapan, “prevention and preparedness”. Jangan menunggu sampai kebakaran meluas. Selain itu, kita perlu mengutamakan pentingnya restorasi ekosistem.
Kita kenal juga pengendalian menyeluruh kebakaran hutan secara terintegrasi, yaitu konsep 5R.
Pertama, “review and analysis”, di mana sejak sekarang harus dianalisa mendalam semua data dan pengalaman serta kuasai faktor-faktor kritisnya.
Kedua, “risk reduction” dimana harus dipersiapkan dan dilakukan semua upaya untuk mengurangi dampak buruk kebakaran hutan yang akan terjadi.
Ketiga, “readiness” atau kesiapan, dengan mengambil berbagai langkah yang akan perlu dilakukan, baik di komunitas maupun di petugas dan penentu kebijakan publik.
Keempat adalah “response”, artinya apa-apa yang akan dilakukan ketika kebakaran memang sudah terjadi dan menimbulkan dampak buruk bagi manusia dan lingkungan.
R yang terakhir adalah “recovery” atau pemulihan, sesudah kebakaran hutan nantinya sudah dapat ditanggulangi. Semoga pemerintah dan kita semua dapat dengan segera mengambil langkah-langkah yang tepat agar kebakaran hutan di negara kita tidak makin meluas.
Prof Tjandra Yoga Aditama
Direktur Pasca Sarjana Universitas YARSI/Mantan Direktur Penyakit Menular WHO Asia Tenggara/Mantan Dirjen Pengendalian Penyakit serta Kepala Balitbangkes