Command Center Kemenkes di internal yang mencakup seluruh kolaborasi di jejaring laboratorium juga akan dilakukan pemeliharaan (maintenance) ke depannya. Dalam hal ini, pemeriksaan laboratorium tetap dipantau kualitasnya.
“Kami akan kasih sampel-sampel tertutup, seperti sampel COVID, coba tes, bener enggak positif atau negatif. Mereka periksa hasilnya, kirim ke kami. Nah kami lihat, oh ternyata bener sampel yang kita kirim positifnya ada 5, tapi lab detect-nya (deteksi) hanya 4, berarti nilainya tidak bagus kualitasnya,” jelas Wirabrata.
“Itu memaintenance ke depan. Jadi setiap tahun, kami akan lakukan review kualitas dari lab-lab tersebut dan sampelnya dapat dari WHO. Kita tes, dilihat gitu dan seterusnya.”
Untuk kualitas laboratorium, kata Wira, memang tidak semua punya standar sama. Ini karena tingkatan levelnya saling berbeda satu sama lain. Saat ini, laboratorium Kemenkes masuk kategori Biosafety Level 3 (BSL 3).
Artinya, BSL 3 mampu memeriksa patogen penyakit paling berbahaya. Petugas pemeriksa lab juga sudah dilengkapi perlindungan keamanan tingkat tinggi.
Lantas, bagaimana dengan laboratorium lain?
“Kalau laboratorium kesehatan daerah mungkin belum sampai level itu. Baru BSL 2. Apalagi nanti laboratorium wilayah timur, belum tentu fasilitasnya ada. Kita ajak mereka untuk sampai di level mana dia bisa,” pungkas Wira.
“Makanya, kita buat nanti level tingkatan laboratorium. Jangan kita memaksakan laboratorium di tingkat Puskesmas harus naik level ke advance, enggak punya dia datanya, enggak punya alatnya. Orangnya (sumber daya manusia) enggak siap juga. Nanti kita sudah pilih mana saja lab-lab tertentu di tingkat nasional dan regional yang siap untuk penyakit potensi wabah.”
Percepat Cegah Penyebaran Patogen
Kehadiran National Laboratory Command Center (NLCC) juga bertujuan mempercepat kebijakan yang diambil Pemerintah nantinya, terutama antisipasi mencegah penyebaran patogen lebih luas. Selain itu, mempercepat deteksi masyarakat yang membawa patogen berpotensi wabah.
“Jangan sampai kita kalah cepat dengan sebaran penyakit. Data itu penting sekali untuk buat kebijakan. Misalnya, sudah ada kasus penyakit baru yang masuk Indonesia, terus antisipasinya apa?” terang Wirabrata.
“Oh ternyata itu penyakit dari luar negeri, orang yang datang, orang bule datang, bawa penyakit. Kita harus kontrol mungkin nanti di imigrasi, di Kantor Kesehatan Pelabuhan. Orang-orang dengan demam tinggi itu, langsung di karantina, kita ambil sampelnya, kita uji.”
Apabila orang yang diperiksa tidak menunjukkan penyakit patogen berbahaya, baru boleh bepergian di Indonesia.