Jauh sebelum pandemi COVID-19, para peneliti telah mempelajari efektivitas masker dalam mengurangi penularan virus pernapasan lainnya. Meta-analisis penyebaran virus selama epidemi SARS asli pada tahun 2002-2003 menunjukkan, satu infeksi dapat dicegah untuk setiap enam orang yang mengenakan masker, dan untuk setiap tiga orang yang mengenakan masker N95.
Pemakaian masker oleh petugas kesehatan telah lama dianggap sebagai strategi utama untuk melindungi bayi muda yang berisiko dari infeksi Respiratory Syncytial Virus (RSV) yang ditularkan di rumah sakit. Evaluasi ilmiah terhadap efektivitas masker secara historis telah dikaburkan oleh fakta bahwa penggunaan masker sering digunakan bersama dengan strategi lain, seperti mencuci tangan.
Melansir Scientific American, ada pula salah satu studi acak terbesar sebelum COVID-19 tentang pemakaian masker, yang dilakukan dengan lebih dari 1.000 mahasiswa asrama University of Michigan pada tahun 2006 hingga 2007, menemukan bahwa penyakit pernapasan bergejala berkurang di antara para pemakai masker. Hal ini terutama terjadi ketika masker dikombinasikan dengan kebersihan tangan.
Baru-baru ini, para peneliti mengukur jumlah virus yang ada dalam napas yang diembuskan dari orang-orang dengan gejala pernapasan. Tujuannya, mempelajari seberapa baik masker menghalangi pelepasan partikel virus.
Mereka yang dipilih secara acak untuk memakai masker memiliki tingkat pelepasan pernapasan yang lebih rendah untuk influenza, rhinovirus- yang menyebabkan flu biasa- dan virus corona non-SARS, dibandingkan mereka yang tidak memakai masker.